Menjadi seorang dokter adalah mimpi dari banyak orang, tak heran kalau pekerjaan ini menjadi idaman para mertua layaknya PNS, Polisi, TNI dan sejenisnya.
Pekerjaan ini mulia karena menyangkut langsung pada nyawa manusia lainnya, diperlukan moral tinggi dalam pekerjaan ini. Oleh sebab itu, sebelum bekerja, seorang dokter harus mengucap dan menunaikan sumpah jabatan.
Sumpah jabatan adalah janji atau komitmen moral yang diucapkan oleh seorang dokter saat mereka memulai karir mereka. Sumpah ini berisi prinsip-prinsip etika yang mengatur perilaku dan tindakan seorang dokter dalam menjalankan praktik medis.
Bagaimana Rasanya Menjadi Seorang Dokter?
Walau pada awalnya terlihat seperti pekerjaan impian, tapi lama-lama akan terasa biasa saja. Ya, seperti yang semua orang alami.
Sesuatu akan terlihat menggoda sebelum kita memilikinya.
Perjalanan menjadi dokter ternyata sangat panjang dan melelahkan, mungkin kamu akan berpikir kalua sudah betulan bekerja, rasanya akan lebih santai.
Namun, dengan tanggung jawab besar yang diemban, rasa santai ini ternyata hanya abu-abu, apalagi kalau dapat jatah kerja sebagai dokter di bagian IGD.
IGD (Instalasi Gawat Darurat) adlah fasilitas Kesehatan RS yang bertanggung jawab memberikan pelayanan medis darurat kepada pasien.
Menjadi dokter adalah sebuah mimpi yang akhirnya terwujud bagi saya. Tahun ini menandakan tahun pertama saya bekerja setelah menyelesaikan pendidikan S1 dan profesi. Perjalanan panjang dan melelahkan telah dilalui untuk mencapai titik ini. Sempat terbayang bahwa setelah menjadi dokter, hidup akan lebih santai. Namun, kenyataannya tidak sesederhana itu. Tanggung jawab yang besar hadir bersamaan dengan profesi ini, terutama bagi saya yang bekerja di bagian IGD rumah sakit.
Tekanan stres, fisik, dan emosional memang begitu besar di IGD. Namun, di balik semua itu, ada suka dan dukanya. Di sisi duka, jam tidur sering terganggu, terutama saat shift malam. Jadwal makan pun tak menentu. Bahkan, saat sakit, saya tetap harus melayani pasien. Berbagai tingkah dan keluhan pasien harus dihadapi, dari bau badan hingga luka bakar. Tak jarang, saya harus melihat cucuran darah dari pasien kecelakaan. Saat pasien sedang tidak ada, suara kendaraan yang lewat pun membuat saya parno, selalu bertanya-tanya “pasien apa yang akan datang?“. Dan yang paling berat, menyampaikan kabar duka kepada keluarga pasien yang meninggal.
Namun, di balik semua duka itu, ada sukacita yang tak ternilai. Di tengah kelelahan, tim IGD selalu bisa menemukan waktu untuk bercanda, tertawa, dan tersenyum. Tak semua orang bisa melakukan pekerjaan ini, dan kami merasa bersyukur menjadi orang-orang terpilih.
Salah satu momen yang tak terlupakan adalah saat datang seorang pasien yang tidak bisa menutup mulutnya setelah menguap. Dia datang sambil menangis karena merasa nyeri. Dengan sigap, kami membantu membenarkan posisi rahangnya yang salah. Ini adalah kali pertama saya melakukan tindakan reposisi, dan untungnya berhasil.
Pasien yang tadinya menangis, kini tersenyum bahagia. Sambil menyalami kami, dia tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih dengan linangan air mata. Di momen itu, kami semua tersenyum dan merasa lega. Tak ada kebahagiaan yang lebih besar daripada melihat senyum pasien yang berhasil diselamatkan.
Dahulu, saya sempat berpikir bahwa tujuan menjadi dokter adalah untuk kaya. Tapi, setelah berada di titik ini, pemikiran itu berubah. Menjadi dokter memang jauh dari kekayaan harta yang diimpikan. Namun, profesi ini penuh berkat dan sukacita. Tak mudah untuk berada di sini, dan tak mudah untuk dipilih menjadi seperti ini.
Menjadi dokter itu seru. Penuh tantangan, penuh tragedi, penuh drama, menguras hati, menguras pikiran, menguras waktu, dan segala lainnya. Tapi, saya bersyukur untuk semua itu. Pengalaman ini telah mengajarkan saya arti dedikasi, empati, dan rasa syukur. Menjadi dokter adalah sebuah panggilan jiwa, dan saya bangga bisa menjalaninya.
Gak Enaknya Jadi Dokter
Menjadi dokter memang mulia, disegani, dan identik dengan gaji tinggi. Namun, di balik gemerlap profesi ini, tersembunyi realitas yang tak selalu manis.
#Gaji rendah tidak sebanding resiko
Dulunya upah dokter itu tinggi, seakan semua dokter itu kaya tapi sekarang tidak. Sekarang saat ini rendah, membuat kebanyakan dokter ingin pindah profesi. Padahal jika kita telisik lagi, pilar negara ini adalah Kesehatan dan Pendidikan tapi melihat nasib guru dan dokter sepertinya pejabat kita tidak berpikir demikian.
#Jumlah dokter dan pasien tidak sebanding
Standar di luar negeri, satu dokter harusnya menangani 15-20 pasien per hari. Sedangkan di Indonesia, satu dokter bisa mengurus 50-100 orang per hari. Dengan perbedaan sebanyak itu, para dokter tidak akan sempat memberikan konsultasi berkualitas, beramah-tamah saja tidak sempat.
Beban kerja yang berat, seperti menangani pasien darurat, operasi, dan administrasi, dapat menguras energi fisik dan mental.
#Resiko
Untuk dokter umum dalam sebulan rata-rata menghasilkan 5-15 juta rupiah, setahun 60-180 juta rupiah. Semua itu didapatkan setelah kuliah, koas, dan internship selama 6-7 tahun.
Semua itu langsung hancur bila dokter terkena tuntutan (yang berhasil) atas malpraktik. Resiko tuntutan ini adalah uang miliaran atau penjara, sekali kena maka dokter bisa langsung pension begitu saja.
#Bersabar menghadapi pasien bodoh
Ada saja penyakit yang secara sadar kita pelihara tapi kita tidak tau akan berujung seperti apa, ya ujung-ujungnya pasti sakit.
Pasti ada orang yang bandel saat diberi tahu tentang penyakit yang dideritanya, penyebab penyakit itu dan malah lebih parah merasa lebih pintar dibandingkan dokter. Ngeyel! Pasien seperti itu memang sering mencari penyakit dengan malas makan, begadang, merokok, dan minum alkohol dan sebagainya.
Berapa Gaji Dokter?
- Kisaran gaji dokter umum di beberapa daerah berkisar Rp3 juta per bulan.
- Kisaran gaji dokter spesialis di beberapa daerah sekitar Rp23 juta hingga Rp25 juta per bulan.
- Kisaran gaji dokter bedah rata-rata biasanya mencapai Rp20 juta hingga Rp45 juta tergantung dari pengalaman, jam kerja, dan praktik mereka bekerja.
Contoh CV Sederhana sebagai Dokter
Apa Bedanya Dokter dengan Farmasi?
Dokter adalah profesional medis yang bertanggung jawab untuk mendiagnosis, merawat, dan memberikan perawatan kepada pasien yang sakit atau mengalami gangguan kesehatan. Mereka memiliki pendidikan yang panjang dan mendalam dalam ilmu kedokteran, dengan fokus utama pada diagnosis dan pengobatan penyakit.
Dokter bertanggung jawab langsung terhadap diagnosis, pengobatan, dan perawatan pasien. Sedangkan farmasis bertanggung jawab untuk memastikan keamanan dan efektivitas penggunaan obat-obatan.
Farmasis, atau ahli farmasi, adalah profesional kesehatan yang terlatih dalam ilmu farmasi. Mereka bertanggung jawab untuk memastikan bahwa obat-obatan yang diresepkan oleh dokter atau digunakan oleh pasien aman, efektif, dan dikelola dengan baik. Peran farmasis termasuk memberikan informasi kepada pasien tentang obat-obatan, memastikan penggunaan obat yang tepat, dan memberikan saran kepada tim medis terkait manajemen obat.
Jika dokter mempunyai induk organisasi bernama IDI (Ikatan Dokter Indonesia), maka ahli farmasi mempunyai PAFI (Persatuan Ahli Farmasi Indonesia) yang salah satunya adalah PAFI di Kabupaten Katingan Kalimantan Tengah (https://pafikabkatingan.org/)
Dengan demikian, meskipun dokter dan farmasis bekerja dalam bidang kesehatan yang berhubungan erat, peran, pendidikan, dan tanggung jawab profesional mereka berbeda secara signifikan.
Di balik setiap diagnosis yang sulit dan setiap keputusan medis yang berat, terdapat cerita kebahagiaan ketika melihat pasien pulih dan senyum mereka yang tulus. Rasanya adalah kombinasi antara tanggung jawab yang besar terhadap kesehatan dan kehidupan orang lain, dengan kepuasan sendiri dari kemampuan untuk membuat perbedaan yang nyata dalam kehidupan mereka.
Meskipun penuh dengan tantangan dan beban emosional, kehidupan seorang dokter juga penuh dengan belajar, pertumbuhan, dan kesempatan untuk membawa harapan dan kesembuhan kepada banyak orang.